Pengertian As Sunnah
Para ulama memberikan definisi
sunnah ini dari berbagai macam sudut pandangan baik secara etimologis dan
termonologis, dan ditinjau dari sudut ilmu fiqh dan ilmu hadist dan sebagainya.
Pengertian tersebut diantaranya:
a. Pengertian Sunnah secara
etimologis adalah perilaku atau cara berperilaku yang dilakukan, baik cara
yang terpuji maupun yang tercela. Pengertian ini berdasarkan hadist rasulullah
yang beliau sholallhu ‘alaihi wasallam bersabda ada sunnah yang baik dan sunah
yang buruk, sabdanya:
مَنْ سَنَّ
سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ , وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ
مَنْ عَمِلَ بِهَا إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa melakukan suatu
perbuatan sunnah yang baik , maka baginya pahala dari perbuatannya itu dan
pahala dari perbuatan orang yang mengikuti perbuatan sunnah yang baik itu
hingga hari kiamat, Dan barang siapa yang melakukan perbuatan sunnah yang buruk
maka baginya dosa atas perbuatannya itu dan dosa dari orang yang melakukan
sunnah yang buruk itu hingga hari kiamat. Riwayat oleh Imam Muslim, Nasaii,
Ibnu Majah, dan tirmidzi dengan periwayatan yang ringkas. Lihat Karya Syaikh
Yusuf Qardhawi dalam al-Muntaqa min Kitab at-taghrib wa tarhib, I/115. Selain
riwayat tersebut diatas lafazh ini dikutip juga dalam Kitab Syarah Thariqah
Muhammadiyah wa syari’ah an nabawiyah pada bab “al Ithisham bikitabi wa as
sunnah”. Dan pengertian dari : “barangsiapa melakukan suatu sunnah
yang baik dalam islam” adalah selama masa hidupnya, bukan setelah
kematiannya, atau karena peran orang tua atau keturunan-keturunannya.
b. Adapun dalam pengertian
syaria’t kata Sunnah mempunyai pengertian tersendiri atau lebih dari satu
pengertian. Misalnya: Kata Thaharah, secara etimologis ia bermakna kebersihan,
sedangkan pengertian terminologis yang diberikan oleh syari’at, ia bermakna
menghilangkan hadast atau menghilangkan najis dan sejenisnya.
c. Adapun secara istilah:
Sunnah mempunyai makna khusus dan makna umum. Dan yang diinginkan di sini
tentunya adalah makna umum. Adapun makna sunnah secara khusus yaitu makna
menurut istilah para ulama dalam suatu bidang ilmu yang mereka tekuni:
- Para ulama ahli hadits mendefinisikan Sunnah sebagai apa-apa yang disandarkan kepada Nabi baik itu perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan-pen.) maupun sifat lahir dan akhlak.
- Para ulama ahli ushul fiqh mendefinisikan sunnah sebagai apa-apa yang datang dari Nabi selain dari Al-Qur’an, sehingga meliputi perkataan beliau, pekerjaan, taqrir, surat, isyarat, kehendak beliau melakukan sesuatu atau apa-apa yang beliau tinggalkan.
- Para ulama fiqh memberikan definisi Sunnah sebagai hukum yang datang dari Nabi di bawah hukum wajib. Ia bermakna sesuatu yang dianjurkan dan didorong untuk di kerjakan. Ia adalah sesuatu yang diperintahkan syariat agar dikerjakan, namun dengan perintah yang tidak kuat dan tidak pasti.
d. Adapun makna umum Sunnah
adalah Islam itu sendiri secara sempurna yang meliputi aqidah, hukum, ibadah
dan seluruh bagian syariat.
Berkata Imam Al-Barbahary:
“Ketahuilah sesungguhnya Islam itu adalah sunnah dan sunnah adalah Islam dan
tidaklah tegak salah satu dari keduanya kecuali dengan yang lainnya” Berkata Imam Asy-Syathiby: “(Kata sunnah) digunakan
sebagai kebalikan/lawan dari bid’ah maka dikatakan: “Si fulan di atas Sunnah”
apabila ia beramal sesuai dengan tuntunan Nabi yang sebelumnya hal tersebut
mempunyai nash dari Al-Qur’an, dan dikatakan “Si Fulan di atas bid’ah” apabila
ia beramal menyelisihi hal tersebut (sunnah)”.l
ucapan Imam Abul Hasan Muhammad bin ‘Abdul Malik Al-Karkhy beliau berkata:
“Ketahuilah… bahwa Sunnah adalah jalan Rasulullah dan mengupayakan untuk
menempuh jalannya dan ia (sunnah) ada 3 bagian: perkataan, perbuatan dan
aqidah”.
Berkata Imam Ibnu Rajab –rahimahullahu
“Sunnah adalah jalan yang ditempuh, maka hal ini akan meliputi berpegang
teguh terhadap apa-apa yang beliau berada di atasnya dan para khalifahnya yang
mendapat petunjuk berupa keyakinan, amalan dan perkataan. Dan inilah sunnah
yang sempurna, karena itulah para ulama salaf dahulu tidak menggunakan kalimat
sunnah kecuali apa-apa yang meliputi seluruh hal yang tersebut di atas”. Hal
ini diriwayatkan dari Hasan, Al-Auza‘iy dan Fudhail bin ‘Iyadh”.
Demikianlah makna sunnah secara umum
dalam istilah para ‘ulama –rahimahumullah– dan hal itu adalah jelas bagi
siapa yang melihat karya-karya para ulama yang menamakan kitab mereka dengan
nama As-Sunnah dimana akan terlihat bahwa mereka menginginkan
makna sunnah secara umum seperti : Kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi
‘Ashim. Kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad, Kitab As-Sunnah
karya Ibnu Nashr Al-Marwazy, Kitab As-Sunnah karya
Al-Khallal, Kitab As-Sunnah karya Abu Ja’far At-Thobary,
Kitab Syarh As-Sunnah karya Imam Al-Barbahary, Kitab Syarh
As-Sunnah karya Al-Baghawy, dan lain-lainnya.
Ada juga makna sunnah yang menjadi
perhatian ulama syari’at, yaitu sunnah dengan pengertian antonim dari bid’ah.
Pengertian ini yang diambil dari hadist riwayat Irbadh bin Sariah: …..Orang
yang hidup setelahku nanti akan melihat banyak perbedaan pendapat (dikalangan
umat islam). Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kalian berpegang pada sunahku
dan sunah Khulafa Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dengan gigi
gerahammu (pegang teguh) dan jauhilah perkara baru (yang dibuat-buat), maka
sesugguhnya perbuatan bid’ah (perkara baru yang dibuat-buat) itu adalah sesat.”
Akan tetapi yang harus ditegaskan disini bid’ah/perkara baru itu hanya dalam
ruang lingkup ibadah sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Oleh karena itu orang yang melakukan
suatu bid’ah pada saat itu pula mereka menelantarkan Sunnah dalam kuantitas
yang sama. Ibnu Mas’ud berkata:
الاِقْتِصَادُ
فِى السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الاِجْتِهَادِ فِى الْبِدْعَةِ. هَذَا مَوْقُوفٌ.
وَرُوِىَ عَنِ الْحَسَنِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- مُرْسَلاً
بِزِيَادَةِ أَلْفَاظٍ.
“Sederhana (mencukupkan diri) dalam
sunnah lebih baik daripada berijtihad dalam bid’ah. Hadist ini mauquf, dan
diriwayatkan dari al Hasan dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam secara mursal
dengan tambahan lafadz”.
Dan diriwayatkan oleh Ghudhaif bin
al Harist ats Tsumali ra, ia berkata Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
فَتَمَسُّكٌ
بِسُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ إِحْدَاثِ بِدْعَةٍ
“Bepegang teguh dengan sunnah adalah
lebih baik daripa mengadakan bid’ah”
Maka dari itu seharusnya sebagai
umat nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam selalu menghidupkan Sunnahnya.
Menghidupkan Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
a.
Mengenal Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
Ada sebuah istilah di masyarakat tak
kenal maka tak sayang, hal ini memang ada benarnya. Bahwa sesungguhnya awal
dari kita menghidupkan sunnah Rasulullah adalah dengan cara mengenal
pribadinya, baik ketika belum menjadi seorang rasul hingga setelah menjadi
seorang Rasul dan masa berdakwah selama 23 tahun. Hal ini bisa kita dapati
dalam Kitab-kitab sejarah Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.
b.
Mempelajari dan mengajarkan Al Qur`an
Mempelajari dan mengajarkan al
Qur`an adalah suatu perbuatan sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam yang
paling agung dan yang paling utama. Oleh karena itu, ini merupakan jalan-jalan
kebaikan untuk menuju manusia yang mau mengerti akan sunnah nabi sholallahu
‘alaihi wasallam. Dalam masa dakwahnya Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam selalu
mengajarkan Al Qur`an kepada para sahabatnya. Telah banyak hadist-hadist
mengenai keutamaan-keutamaan orang yang membaca, mempelajari serta mengajarkan
Al Qur`an. Salah satu diantaranya adalah hadist sebagai berikut:
عَنْ
أَبِي أُمَامَة قَالَ : سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُول { اِقْرَءُوا الْقُرْآن فَإِنَّهُ شَافِع لِأَهْلِهِ يَوْم الْقِيَامَة …}
رَوَاهُ مُسْلِم
“Dari Abu Umamah, ia berkata Aku
mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam berkata “Bacalah Al Qur`an,
karena sesungguhnya ia dapat memberikan syafaat pada hari kiamat…” (HR Muslim).
Dan riwayat yang lainnya “Dari
‘Ustman bin Affan ra, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik manusia diantara kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur`an dan
mengajarkannya. (HR Bukhari)
c.
Mempelajari Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan mengajarkannya
Setelah kita mempelajari Al Qur`an
kemudian barulah kita berusaha untuk mengenal sunnah-sunnahnyan yang lain yang
tertera dalam kitab-kitab hadist. Satu hal yang sangat jelas bagi kaum muslimin
adalah harus mendahulukan mempelajari al Qur`an sebelum mempelajari hadist.
Para ahli hadist berpendapat bahwa tidak seyogyanya seseorang mempelajari
hadist, kecuali setelah belajar membaca Al Qur`an dan menghafalnya, baik sebagian
maupun secara keseluruhan. Hafs ibn Ghiyats berkata: Aku datang kepada Al
A’masy, lalu berkata: Riwayatkanlah kepadaku hadist. Beliau berkata: Apakah
kamu telah menghafal al Qur`an?” aku menjawab: “Belum” Beliau berkata:
”Pergilah, hafalkan al Qur`an terlebih dahulu” baru datang kesini dan aku akan
meriwayatkan hadist kepadamu.” Hafsh berkata: Lalu aku pergi dan menghafal al
Qur`an, kemudian aku datang lagi kepada beliau. Lalu beliau memintaku membaca
Al Qur`an, aku pun membacanya, lalu beliau meriwatkan hadist kepadaku.”
Diriwayatkan dari Umar ra, ia
berkata:
“Pelajarilah fara`idh dan As Sunnah,
sebagaimana kalaian mempelajari Al Qur`an”
Amirul mu`minin, Ali bin Abi Thalib berkata:
“Kunjung-mengujungilah kamu sekalian
dan saling belajar hadist, sebab bila kalian tidak melakukannya, maka ia akan
lenyap”.
Pernah Abdurrahman ibn Abi Laila
berkata: Cara menghidupkan hadist adalah dengan mempelajarinya secara berulang-ulang.
Lalu Abdullah ibn Syaddad berkata, semoga Allah SWT, berkenan memberikan
rahmat-Nya kepadamu. Banyak sekali hadist yang aku hidup-hidupkan dalam
hafalanku, tetapi telah hilang.”
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu
berkata: Saya telah mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah
akan mencerahkan wajah orang-orang yang telah mendengar haditsku dan memahami
haditsku, menyampaikannya sebagaimana apa yang mereka dengarkan. Karena boleh
jadi orang yang disampaikan lebih mengerti daripada pendengarnya sendiri.”
Banyak ulama yang berkata bahwa
mempelajari hadits adalah seafdhal-afdhal menuntut ilmu bahkan lebih afdhal
dari ibadah-ibadah sunnah. Waqi’ Ibnu Jarrah, salah seorang guru dari Imam
Syafi’i yang juga ahli ibadah dan ahli wara’, berkata: “Seandainya menuntut
ilmu hadits tidak lebih afdhal dari sholat sunnat maka saya lebih baik
berzikir, bertasbih dan melakukan ibadah sunnah.”
d.
Mencintai Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan Memegang teguh Sunnahnya.
Setelah berusaha untuk mengenal
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, mempelajari Al Qur`an dan As-sunnah
maka diharapkan akan datang rasa mencintai kepada beliau.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ
كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad sholallahu ‘alaihi
wasallam), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3: 31)
Didalam ayat ini Allah menegaskan
jika benar-benar mencintai Allah maka ikutilah risalah Nabi Muhammad sholallahu
‘alaihi wasallam, tanpa harus ditambah-tambah risalah itu karena syari’at yang
Allah telah turunkan kepada hambanya yang mulia itu telahlah sempurna.
Maka cinta kepada Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam adalah suatu kewajiban sebagaimana wajib untuk
mengimani beliau, dan orang yang mengingkari keimanan terhadap Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam dikatakanlah kafir.
Dalil yang menunjukkan wajibnya
mencintai Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam cukup banyak, di antaranya :
Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
لاَ
يُئْمِنُ أَحَدُ كُمْ حَتّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَا لِدِهِ وَوَلَدِهِ
وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (متفق عليه)
“Tidak sempurna iman kalian sampai
aku lebih kalian cintai dari saudara-saudara kalian dan anak-anak kalian, dan
seluruh manusia.” HR Bukhari dan Muslim
Dalam hadits lain disebutkan bahwa
Umar ra pernah berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya engkau adalah manusia
yang paling aku cintai dari sekalian makhluk kecuali diriku sendiri. Jawab
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam : Tidak (ya Umar). Demi (Allah) yang
jiwaku ada di tangan-Nya (Kamu belum mencintai aku) sampai kecintaanmu kepadaku
lebih dari dirimu sendiri. Maka berkata Umar kepada Rasulullah: Maka sekarang
aku mencintaimu lebih daripada diriku sendiri. Berkata Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam: Sekarang (kamu dikatakan beriman dengan iman yang sempurna
ketika kamu lebih mencintai aku daripada dirimu sendiri) “
Bahkan ada sebuah ayat yang
memperingatkan kepada kita dengan peringatan yang sangat keras bagi orang yang
mendahulukan kecintaan kepada makhluk hidup yang lain di atas kecintaan kepada
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, firman Allah dalam QS (9) : 24: Katakanlah:
“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggalmu yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di dalamnya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.”
Setelah kita berusaha untuk
mencintai maka berusahalah untuk memegang teguh sunnahnya, sesuatu yang tidak
mungkin bila kita mencintai rasulnya akan tetapi sunnah-sunahnya ditelantarkan.
Dalam hadist sahih dijelaskan sebagai berikut:
أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ
فَإ ِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kamu hendaklah
kamu bertaqwa kepada Allah dan dengarlah serta ta’atlah sekalipun kepada budak
Habsyi, karena sesungguhnya orang hidup diantaramu sesudahku dikemudian hari
maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka dari itu hendaklah kamu
sekalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah khalifah yang mendapat petunjuk
dan lurus, hendaklah kamu berpegang dengannya dan gigitlah dengan gigi
gerahammu (berpegang teguh) dan jauhilah oleh kamu sekalian akan perkara yang
diada-adakan, maka sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat.
e.
Menjadikan Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam teladan serta melaksanakan
seluruh perintahnya dan meninggalkan larangannya
Artinya kita harus menjadikan
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan dalam segala hal, dengan
kata lain tidak ada manusia yang lebih mulia di hati kita kecuali Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan bahwa sesorang bertanya
kepada Abdullah bin Umar: Mengapa kita tidak menemukan shalat safar dalam Al
Qur`an?” beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengutus Muhammad
sholallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, dan kita tidak mengetahui sesuatupun,
kita hanya melakukan sebagaimana melihat Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam
melakukan.”
Dan dalam riwayat lain disebutkan
beliau berkata: “Dan ketika kita dalam keadaan tersesat, lalu Allah memberikan
petunjuk kepada kita dengan mengutus beliau (Muhammad sholallahu ‘alaihi
wasallam). Karena itu kepada beliaulah kita berteladan.”
Para sahabat Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam meneladani beliau karena memang Rasulullah yang patut
diteladani, dan mereka mengamalkan ayat al quran dalam surat Al Ahzab ayat 21:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Allah SWT berfirman:
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. Al
Hasyr : 7)
Maka apa-apa yang telah rasul
perintah dan larang kerjakanlah semampu kita, karena sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui batas-batas kelebihan dan kkekurangan setiap hambanya. Dan Allah pun
berfirman:
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا …
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah…” (Surat At Taghabun/64: 16)
f.
Menghormati dan Mengagungkan Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
Para sahabat Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam serta tabi’in telah nyata keberpegangan mereka terhadap sunnah
dan mendahulukannya atas segala sesuatu setelah Al Qur`an. Mereka tidak akan
menerima pendapat seseorang meski diketahui siapapun pencetusnya.
Diriwayatkan dari Al A’Masy dari
Dhihar ibn Murah, ia berkata, “Mereka enggan meriwayatkan sesuatu dari Rasul
sholallahu ‘alaihi wasallam pada saat mereka tidak dalam keadaan memiliki
wudhu.” Imam Malik ra, bila hendak mentakhrij hadist, ia berwudhu
terlebih dahulu seperti layaknya hendak shalat, lalu mengenakan pakaian yang
baik, bersurban dan menyisir rambut. Ditanyakan kepada beliau mengenai hal
tersebut, beliau menjawab Aku hendak menghormati hadist Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam.
Meskipun kita ketahui masalah
berwudhu ini diperintah hanya jika ingin melaksanakan shalat, maka diantara
para ulama mengapa mereka melakukan demikian, karena mereka ingin menghormati
ucapan/sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana kita ketahui
ada sebagain ulama yang menyatakan harus berwudhu ketika ingin membaca Al
Qur`an.
g.
Menghidupkan Sunnahnya ketika sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
telah mati/hilang
Menghidupkan sunnah Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam pahalanya sangat besar terutama ketika sunnah
tersebut sudah tidak dikenal oleh masyarakat dan sudah terasa asing dimata
masyarakat islam itu sendiri.
Dalam Kitab Shahih muslim dijelaskan
sebagai berikut:
عَنْ أَبِى
حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ
“Dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah
ra, ia berkata, rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam dimulai
dalam keadaan asing dan akan kembali sebagaimana dia mulai (menjadi asing),
karena itu berbahagialah orang-orang asing.
Dimana orang yang menegakkan sunnah
sudah dianggap asing bagi sesama muslim, itulah yang dikatakan Islam asing bagi
orang islam sendiri. Orang yang menghidupkan sunnah dimana sunnah itu telah
mati maka mereka merupakan pelopor (orang yang paling pertama mengamalkan) dan
kapan diikuti maka ia akan mendapat pahala dari orang-orang yang mengikutinya.
Inilah makna hadits Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam:
أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِبِلاَلِ بْنِ الْحَارِثِ « اعْلَمْ ».
قَالَ مَا أَعْلَمُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « اعْلَمْ يَا بِلاَلُ ». قَالَ مَا
أَعْلَمُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أَنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى
قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِى فَإِنَّ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا»
“Bahwasannya Nabi sholallahu ‘alaihi
wasallam berkata kepada Bilal bin Harits (Ketahuilah) Bilal berkata: apa yang
harus aku ketahui ya Rasulullah, Bersabda Nabi (Ketahuilah Ya Bilal), Bilal
Berkata apa yang harus aku ketahui Ya Rasulullah, Rasulullah bersabda:
{Sesungguhnya siapa yang menghidupkan Sunnah dari Sunnahku yang sungguh telah
dimatikan dimasa sesudahku, maka sesungguhnya ia mendapat pahala seperti pahala
orang yang mengerjakannya dengan tidak dikurangi sedikitpun dari pahala mereka.”(HR Attirmidzy dari Katsir bin Abdullah pada Kitab Ilmu dan
IBnu Majah dalam Mukadimahnya)
Rasullullah sholallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya dibelakang kalian wahai sahabatku, ada yang
dinamakan hari-hari yang membutuhkan kesabaran, orang-orang yang tamassuk pada
hari itu terhadap apa-apa yang kalian pegangi saat ini akan mendapat pahala
50″. Sahabat bertanya: “Perbandingannya itu dengan kami (para sahabat) atau
dengan mereka (masyarakat saat itu)?” Kata Rasulullah: “(pahala 50 kali) Dibandingkan
dari kalian (para sahabatku)” (HR. Imam Ahmad, Imam Abu Dawud & Imam
Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).
Hari yang membutuhkan kesabaran
adalah hari ketika banyak orang yang meninggalkan sunnah bahkan banyak yang
mencemooh orang yang mau menjalankan sunnah, ditertawai, diejek bahkan mungkin
diintimidasi, dipenjara dan lainnya. Hadits yang shahih diatas sudah cukup
sebagai alasan bagi kita untuk menghidupkan sunnah sehingga tidak lagi kita
membutuhkan hadits-hadits yang lemah.
h. Adanya
kemarahan pada diri kita terhadap orang yang menyelisihi Sunnah atau berpaling
darinya
Diriwayatkan oleh Sa’id bin jubair
dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘anhuma, bahwa ia duduk berdampingan
dengan seorang keponakannya. Lalu anak itu bermain ketapel. Kemudian Ia
melarangnya dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
melarangnya dan bersabda: “Permainan itu tidak memburu binatang buruan,
tidak bisa mengalahkan musuh. Tetapi bisa memecahkan gigi dan membengkakan
mata.” Periwayat berkata: Keponakannya itu bermain ketapel lagi. Lalu Ia
berkata lagi: “Aku telah mengatakan kepadamu bahwa Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam melarangnya, tetapi kamu tetap bermain ketapel. Jika demikian
mulai saat ini aku tidak akan mengajakmu berbicara lagi.” Inilah salah satu contoh kebencian para sahabat kepada
orang-orang yang menyelisihi sunnah atau memandang remeh sunnah Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam.
g.
Memerangi dan menolong Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam sesuai
dengan kemampuannya.
Memperjuangkan sunnah rasulullah
adalah suatu kewajiban begai setaip insan yang beriman, diriwayatkan Dari
Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Bahwasannya Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Tidak ada nabi yang Allah telah utus dia pada umatnya,
dimasa sebelum aku, melainkan ada baginya beberapa orang penolong dan beberapa
sahabat yang memegang dengan sunnahnya dan mengikut pada perintanya. Kemudian
sesungguhnya di belakang masa dari mereka datang beberapa orang pengganti yang
mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan dan mereka mengerjakan apa-apa yang
tidak diperintahkan kepada mereka. Maka barangsiapa yang memerangi mereka
dengan tangannya dialah orang yang beriman, dan barang siapa yang menentang
mereka dengan lidahnya dia adalah orang yang beriman dan barangsiapa yang
menentang mereka dengan hatinya dia adalah orang yang beriman, dan tidaklah
ada yang selain demikian itu daripada iman sebesar biji sholallahu ‘alaihi
wasallami. (HR Muslim).
Seorang muslim mesti siap untuk
mengorbankan apa yang dimiliki untuk agamanya karena sesungguhnya kita tidak
mempunyai apapun.
h.
Mengikuti jejak para Sahabat Rasulullah, tabi’in dan generasi setelahnya.
Tidak di pungkiri lagi, bahwa
mengikuti jejak para sahabat ini juga termasuk cara untuk menghidupkan sunnah
Rasululllah sholallahu ‘alaihi wasallam, karena sebaik-baik generasi ialah
generasi dimasa Rasulullah dan setelahnya seperti sabdanya : “Sebaik-baiknya
generasi adalah generasiku (para sahabat), kemudian yang setelah mereka
(tabi’in), kemudian yang setelahnya lagi (tabi’ut tabi’in)” (HR Bukhari).
Generasi tersebut adalah generasi yang paling baik untuk kita jadikan teladan,
terutama para sahabat Rasulullah mereka adalah orang yang paling memahami
bahasa dan maksud Al Qur’anul karim. Mereka adalah generasi yang paling
mengetahui muhkamul Qur’an (ayat-ayat yang jelas makna dan hukumnya) dan
mutasyabihat (samar maknanya). Mereka mendapat ilmu langsung dari Nabi, serta
melihat langsung, perilaku, akhlak, keteladanan beliau. Bahkan Imam Ahmad
bin Hanbal Rahimahullah meriwayatkan atsar Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiallaahu
anhu beliau berkata: “Barangsiapa hendak berteladan, maka teladanilah Shahabat
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Karena sesungguhnya mereka adalah umat
yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit mengada-ada,
paling lurus petunjuknya dan paling baik keadaanya. Merekalah orang-orang yang
telah di pilih Allah untuk menjadi sahabat NabiNya dan untuk menegakkan
Dien-Nya. Kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak mereka, karena mereka
dalam petunjuk yang lurus.
Dan mereka para sahabat Radiallahu
‘anhum adalah orang-orang yang ridha kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka,
seperti firman-Nya:
وَالسَّابِقُونَ
الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم
بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.” (At-Taubah: 100)
0 komentar:
Posting Komentar